animasi-bergerak-pesawat-terbang-0028

Kamis, 04 Juni 2015

Teater konflik Perang Dunia 1 (Bagian 2 dari 3 bagian)

Front Barat

Awal peperangan parit (1914–1915)

Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.

Jerman memperkenalkan
gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini. Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank

Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada Pertempuran Ypres Kedua, Jerman (melanggar Konvensi Den Haag) memakai gas klorin untuk pertama kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika digas sehingga terbentuk celah sepanjang enam kilometer (empat mil) terbuka di lini Sekutu yang segera dimanfaatkan Jerman, mengadakan Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh tentara Kanada.  

Tank pertama dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada Pertempuran Flers-Courcelette (bagian dari serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September 1916 dengan sedikit keberhasilan; Perancis memperkenalkan meriam putar Renault FT pada akhir 1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil tank mereka sendiri.

Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)

 











  
Di dalam parit: Pasukan Bedil Kerajaan Irlandia di parit komunikasi pada hari pertama di Somme, 1 Juli 1916.

Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.  Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9,600 kilometres (5,965 mi). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.

Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih banyak korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang dipilih oleh sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini Jerman.

Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania. 

Serangan Jerman yang terus-menerus di Verdun sepanjang 1916, ditambah Somme (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban bagi Britania dan poilu Perancis dan mendorong terjadinya mutini besar-besaran tahun 1917, setelah Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal. 

Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan. 
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan kandungan batu bara.

Perang laut










Armada Besar Britania Raya berlayar ke Scapa Flow, 1914

Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden, bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. 

Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap. 

Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir. Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun. Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ini, Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat. 













Skadron kapal perang Hochseeflotte di laut

Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe

Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania. Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang. Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. 

Setelah penenggelaman kapal penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci). 

Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang. Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit. 
Ancaman kapal-U berkurang pada tahun 1917, ketika kapal-kapal dagang mulai berlayar dalam bentuk konvoi dan dikawal kapal penghancur. Taktik ini terbukti sulit bagi kapal-U untuk mencari target, sehingga mengurangi kerugian; setelah hidrofon dan ranjau bawah air diperkenalkan, kapal penghancur pengawal bisa menyerang kapal selam dengan kemungkinan berhasil. 

Konvoi memperlambat aliran suplai, karena kapal harus menunggu saat konvoi dibentuk. Solusi terhadap penundaan ini adalah program pembangunan kapal angkut baru secara besar-besaran. Kapal tentara terlalu cepat untuk dikejar kapal selam dan tidak berlayar di Atlantik Utara dalam konvoi. Kapal-U telah menenggelamkan lebih dari 5.000 kapal Sekutu dengan kerugian sebanyak 199 kapal selam. 
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli 1918, serta blimp untuk patroli antikapal selam.

Teater Selatan

Perang di Balkan

Menghadapi Rusia, Austria-Hongaria hanya mampu menyisihkan sepertiga pasukannya untuk menyerang Serbia. Setelah mengalami kerugian besar, Austria sementara berhasil menduduki ibu kota Serbia, Belgrade. Serangan balasan Serbia pada pertempuran Kolubara berhasil mengusir mereka dari negara ini pada akhir 1914. Selama sepuluh bulan pertama 1915, Austria-Hongaria memanfaatkan sebagian besar cadangan militernya untuk berperang dengan Italia. 

Akan tetapi, diplomat Jermen dan Austria-Hongaria mengusulkan kudeta dengan membujuk Bulgaria agar ikut menyerang Serbia. Provinsi Slovenia, Kroasia, dan Bosnia menyediakan bala tentara untuk Austria-Hongaria, menyerbu Serbia sekaligus menghadapi Rusia dan Italia. Montenegro berpihak pada Serbia. 













Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi tawanan perang Serbia. Serbia kehilangan 850.000 orang sepanjang perang, seperempat dari populasinya sebelum perang.

Serbia dikuasai dalam kurun satu bulan lebih sedikit, setelah Blok Sentral, sekarang mencakup Bulgaria, mengirimkan 600.000 tentara. Pasukan Serbia, berperang di dua front dan menghadapi kekalahan telak, mundur ke Albania utara (yang sudah mereka duduki sejak awal perang, Serbia kalah pada Pertempuran Kosovo. Montenegro melindungi mundurnya Serbia ke pantai Adriatik pada Pertempuran Mojkovac tanggal 6–7 Januari 1916, namun Austria pada akhirnya menduduki Montenegro. 70.000 tentara Serbia tersisa dievakuasi dengan kapal ke Yunani. 
Pada akhir 1915, satu pasukan Perancis-Britania mendarat di Salonika, Yunani, untuk memberi bantuan dan menekan pemerintah setempat untuk menyatakan perang terhadap Blok Sentral. Sayang sekali bagi Sekutu, Raja Constantine I yang pro-Jerman membubarkan pemerintahan Eleftherios Venizelos yang pro-Sekutu, sebelum pasukan ekspedisi Sekutu tiba. Pertentangan antara raja Yunani dan Sekutu terus memuncak dengan terjadinya Skisma Nasional, yang efektif membelah Yunani menjadi wilayah yang setia pada raja dan pemerintahan sementara Venizelos di Salonika. 

Setelah negosiasi diplomatik intensif dan konfrontasi bersenjata di Athena antara pasukan Sekutu dan royalis (insiden Noemvriana), raja Yunani mundur dan putra keduanya, Alexander, menggantikannya. Venizelos pulang ke Athena tanggal 29 Mei 1917 dan Yunani, setelah bersatu, secara resmi bergabung di pihak Sekutu. Seluruh pasukan Yunani dimobilisasi dan mulai berpartisipasi dalam operasi militer melawan Blok Sentral di front Makedonia.
Setelah penaklukan, Serbia dibagi antara Austria-Hongaria dan Bulgaria. Pada tahun 1917, Serbia melancarkan Pemberontakan Toplica dan sempat membebaskan wilayah antara pegunungan Kopaonik dan sungai Morava Selatan. Pemberontakan ini dipadamkan oleh pasukan gabungan Bulgaria dan Austria pada akhir Maret 1917.

Tentara Serbia dan Perancis akhirnya membuat terobosan, setelah sebagian besar tentara Jerman dan Austria-Hongaria ditarik. Terobosan ini penting dalam mengalahkan Bulgaria dan Austria-Hongaria, yang berujung pada kemenangan akhir PDI. Bulgaria mengalami kekalahan satu-satunya dalam perang pada Pertempuran Dobro Pole, namun beberapa hari kemudian mereka berhasil mengalahkan pasukan Britania dan Yunani pada Pertempuran Doiran demi menghindari pendudukan. 

Setelah Serbia menerobos perbatasan Bulgaria, Bulgaria menyerah pada tanggal 29 September 1918. Hindenburg dan Ludendorff menyimpulkan bahwa keseimbangan strategi dan operasi sekarang telah beralih melawan Blok Sentral dan sehari setelah kejatuhan Bulgaria, pada pertemuan pejabat-pejabat pemerintahan, mereka mengupayakan penyelesaian secara damai secepat mungkin.
Hilangnya front Makedonia menandakan bahwa jalan ke Budapest dan Wina terbuka untuk 670.000 tentara pimpinan Jenderal Franchet d'Esperey setelah menyerahnya Bulgaria memberi Blok Sentral kerugian sebanyak 278 batalion infanteri dan 1.500 senjata (sama besar dengan 25 sampai 30 divisi Jerman) yang sebelumnya mempertahankan perbatasan. Komando tinggi Jerman merespon dengan mengirimkan tujuh infanteri dan satu divisi kavaleri saja, tetapi pasukan ini terlalu jauh dari front dan sudah terlambat.

Kesultanan Utsmaniyah

Kesultanan Utsmaniyah bergabung dengan Blok Sentral pada perang ini, Aliansi Utsmaniyah-Jerman yang rahasia telah ditandatangani pada bulan Agustus 1914. Aliansi ini mengancam teritori Kaukasus Rusia dan komunikasi Britania dengan India melalui Terusan Suez. Britania dan Perancis membuka front seberang laut melalui Kampanye Gallipoli (1915) dan Mesopotamia

Di Gallipoli, Kesultanan Utsmaniyah berhasil mengusir Britania, Perancis, dan Korps Angkatan Darat Australia dan Selandia Baru (ANZAC). Di Mesopotamia, sebaliknya, setelah Pengepungan Kut (1915–16) yang menghancurkan, pasukan Imperium Britania melakukan reorganisasi dan menduduki Baghdad pada bulan Maret 1917.
Jauh ke barat, Terusan Suez berhasil dipertahankan dari serangan Utsmaniyah tahun 1915 dan 1916; pada bulan Agustus, pasukan gabungan Jerman dan Utsmaniyah dikalahkan pada Pertempuran Romani oleh Pasukan Berkuda Anzac dan Divisi Infanteri (Dataran rendah) ke-52. Setelah kemenangan ini, Pasukan Ekspedisi Mesir Imperium Britania maju melintasi Semenanjung Sinai, mendorong pasukan Utsmaniyah pada Pertempuran Magdhaba bulan Desember dan Pertempuran Rafa di perbatasan antara Sinai Mesir dan Palestina Utsmaniyah bulan Januari 1917.













Tentara Austria-Hongaria mengeksekusi tawanan perang Serbia. Serbia kehilangan 850.000 orang sepanjang perang, seperempat dari populasinya sebelum perang.Sebuah baterai artileri Britania di Gunung Scopus pada Pertempuran Yerusalem.

Angkatan darat Rusia sedang jaya-jayanya di Kaukasus. Enver Pasha, komandan tertinggi angkatan bersenjata Utsmaniyah, sangat ambisius dan bermimpi menguasai kembali Asia Tengah dan wilayah-wilayah yang diduduki Rusia sebelumnya. 

Akan tetapi, ia bukan komandan yang cerdas. Ia melancarkan serangan terhadap Rusia di Kaukasus bulan Desember 1914 dengan 100.000 tentara; akibat memaksakan serangan frontal di kawasan pegunungan Rusia saat musim dingin, ia kehilangan 86% pasukannya pada Pertempuran Sarikamish
Jenderal Yudenich, komandan Rusia pada 1915 sampai 1916, mengusir Turki keluar dari sebagian besar Kaukasus selatan dengan serangkaian kemenangan. Bulan 1917, Adipati Agung Nicholas dari Rusia mengambil alih komando atas front Kaukasus. 

Nicholas berencana membangun rel kereta dari Georgia Rusia ke teritori taklukan, sehingga suplai segar bisa dikirimkan ke serangan baru tahun 1917. Sayangnya, pada bulan Maret 1917 (Februari dalam kalender Rusia pra-revolusi), Tsar dijatuhkan dalam Revolusi Februari dan Angkatan Darat Kaukasus Rusia mulai terpecah.
Dimulai oleh biro Arab dari Departemen Luar Negeri Britania Raya, Pemberontakan Arab dimulai dengan bantuan Britania bulan Juni 1916 pada Pertempuran Makkah, dipimpin Sherif Hussein dari Makkah dan berakhir dengan penyerahan Damaskus oleh Utsmaniyah. Fakhri Pasha, komandan Utsmaniyah di Madinah, bertahan selama lebih dari 2,5 tahun selama Pengepungan Madinah
Di sepanjang perbatasan Libya Italia dan Mesir Britania, suku Senussi, didorong dan dipersenjatai Turki, melakukan perang gerilya kecil terhadap tentara Sekutu. Britania terpaksa mengerahkan 12.000 tentaranya untuk menghadapi mereka dalam Kampanye Senussi. Pemberontakan mereka dipatahkan pada pertengahan 1916.

Partisipasi Italia

 















Korps pegunungan Austria-Hongaria di Tirol
 
Italia telah bersekutu dengan Kekaisaran Jerman dan Austria-Hongaria sejak 1882 sebagai bagian dari Aliansi Tiga. Akan tetapi, bangsa ini memiliki klaim tersendiri atas teritori Austria di Trentino, Istria, dan Dalmatia. Roma memiliki pakta rahasia dengan Perancis tahun 1902, sehingga efektif meniadakan aliansi ini. Pada awal perang, Italia menolak mengirimkan tentara dengan alasan bahwa Aliansi Tiga bersifat defensif dan Austria-Hongaria adalah agresor. 

Pemerintah Austria-Hongaria mulai bernegosiasi untuk mengamankan kenetralan Italia dengan memberi imbalan koloni Perancis di Tunisia. Sekutu memberi tawaran balasan bahwa Italia bisa memperoleh Tirol Selatan, Padang Julian dan teritori pesisir Dalmatia setelah kekalahan Austria-Hongaria. Tawaran ini diresmikan oleh Perjanjian London. Terdorong oleh invasi Sekutu ke Turki bulan April 1915, Italia bergabung dengan Entente Tiga dan menyatakan perang terhadap Austria-Hongaria pada tanggal 23 MEi. Lima belas bulan kemudian, Italia menyatakan perang terhadap Jerman.
Secara militer, Italia memiliki superioritas jumlah. Keuntungan ini akhirnya hilang, bukan hanya karena medan peperangan yang sulit, tetapi juga karena strategi dan taktik yang dipakai. Marsekal Lapangan Luigi Cadorna, seorang pendukung keras serangan frontal, ingin sekali maju hingga plato Slovenia, menduduki Ljubljana dan mengancam Wina. Rencana Cadorna tidak mencakup sulitnya medan Alpen yang bergunung-gunung, atau perubahan teknologi yang menciptakan peperangan parit, sehingga memunculkan serangkaian serangan mematikan dan buntu.
Di front Trentino, Austria-Hongaria memanfaatkan daerah pegunungan yang menguntungkan pasukan Italia. Setelah kemunduran strategis pertama, front ini masih belum berubah drastis, sementara Kaiserschützen dan Standschützen Austria menghadapi Alpini Italia dalam pertempuran alot sepanjang musim panas. Austria-Hongaria menyerang balik di Altopiano Asiago, menghadap Verona dan Padua, pada musim semi 1916 (Strafexpedition), namun hanya membuat sedikit kemajuan.
Berawal pada tahun 1915, Italia di bawah pimpinan Cadorna mengadakan sebelas serangan di front Isonzo di sepanjang Sungai Isonzo, timur laut Trieste. Kesebelas serangan tersebut digagalkan oleh Austria-Hongaria, yang menguasai dataran yang lebih tinggi. Pada musim panas 1916, Italia menduduki kota Gorizia. Setelah kemenangan kecil ini, front tetap statis selama setahun meski Italia melakukan beberapa serangan. Pada musim gugur 1917, berkat situasi yang membaik di front Timur, tentara Austria-Hongaria menerima banyak sekali bantuan, termasuk Stormtrooper dan pasukan elit Alpenkorps Jerman.
















Gambaran Pertempuran Doberdò, terjadi bulan Agustus 1916 antara pasukan Italia dan Austria-Hongaria.

Blok Sentral melancarkan serangan menghancurkan pada tanggal 26 Oktober 1917 yang dipimpin oleh Jerman. Mereka menang di Caporetto. Angkatan Darat Italia dialihkan dan mundur sejauh lebih dari 100 kilometres (62 mi) untuk reorganisasi, sehingga menstabilkan front di Sungai Piave

Karena pada Pertempuran Caporetto AD Italia mengalami kerugian besar, pemerintah Italia mengadakan wajib militer yang disebut '99 Laki-Laki (Ragazzi del '99): yaitu semua pria berusia 18 tahun. Pada tahun 1918, Austria-Hongaria gagal menerobos pertahanan Italia dalam serangkaian pertempuran di Sungai Piave, dan akhirnya dikalahkan pada Pertempuran Vittorio Veneto bulan Oktober tahun itu. 

Tanggal 5–6 November 1918, pasukan Italia dilaporkan telah mencapai Lissa, Lagosta, Sebenico, dan permukiman lain di pesisir Dalmatia. Pada akhir perang bulan November 1918, militer Italia memegang kendali atas seluruh Dalmatia yang telah dijanjikan kepada Italia oleh Pakta London.  Tahun 1918, Laksamana Enrico Millo menyatakan dirinya sebagai Gubernur Dalmatia Italia. Austria-Hongaria menyerah pada awal November 1918.

Front Timur

Tindakan awal

Saat Front Barat mencapai kebuntuan, perang terus berlanjut di Eropa Timur. Rencana awal Rusia adalah melakukan invasi bersamaan terhadap Galisia Austria dan Prusia Timur Jerman. Meski serbuan awal Rusia ke Galisia sukses besar, Rusia dipukul mundur dari Prusia Timur oleh Hindenburg dan Ludendorff di Tannenberg dan Danau Masurian bulan Agustus dan September 1914. 

Basis industri Rusia yang kurang maju dan kepemimpinan militernya yang tidak efektif juga memainkan peran dalam peristiwa selanjutnya. Pada musim semi 1915, Rusia mundur ke Galisia, dan pada bulan Mei, Blok Sentral melakukan terobosan luar biasa di front selatan Polandia. Pada tanggal 5 Agustus, mereka menduduki Warsawa dan mengusir Rusia dari Polandia.

Revolusi Rusia

Meski berhasil pada Serangan Brusilov bulan Juni 1916 di timur Galisia, ketidakpuasan atas operasi perang pemerintah Rusia muncul. Kesuksesan serangan ini dirusak oleh keengganan jenderal-jenderal lain untuk mengirimkan pasukan mereka untuk mendukung kemenangan ini. 

Pasukan Sekutu dan Rusia sementara terbangkitkan oleh masuknya Rumania ke Perang Dunia pada tanggal 27 Agustus. Pasukan Jerman datag membantu Austria-Hongaria di Transylvania, dan Bukares jatuh ke Blok Sentral pada tanggal 6 Desember. Sementara itu, kerusuhan terjadi di Rusia saat Tsar masih berada di garis depan. Pemerintahan Permaisuri Alexandra yang semakin tidak kompeten mendorong protes dan berujung pada pembunuhan tokoh favoritnya, Rasputin, pada akhir 1916.
















Vladimir Illyich Lenin 
 
Ketidakpuasan dan kelemahan Pemerintah Darurat membuat Partai Bolshevik pimpinan Vladimir Lenin semakin populer, yang meminta penghentian perang secepat mungkin.

Pemberontakan bersenjata Bolshevik bulan November yang sukses diikuti dengan gencatan senjata dan negosiasi dengan Jerman pada bulan Desember. Awalnya, Bolshevik menolak permintaan Jerman, namun ketika tentara Jerman mulai bergerak melintasi Ukraina tanpa perlawanan, pemerintahan baru ini membuat Perjanjian Brest-Litovsk tanggal 3 Maret 1918. 

Perjanjian ini menyerahkan banyak sekali teritori, termasuk Finlandia, provinsi-provinsi Baltik, sebagian Polandia dan Ukraina ke Blok Sentral. Meski Jerman tampak sukses besar, sumber daya manusia yang dibutuhkan Jerman untuk menduduki bekas teritori Rusia mungkin turut berkontribusi pada kegagalan Serangan Musim Semi dan mengamankan sedikit bahan pangan atau material lainnya.









Tokoh yang menandatangani Perjanjian Brest-Litovsk (9 Februari 1918): 1. Count Ottokar von Czernin, 2. Richard von Kühlmann, dan 3. Vasil Radoslavov 
 
Melalui adopsi Perjanjian Brest-Litovsk, Entente tidak lagi berdiri. Pasukan Sekutu memimpin invasi kecil ke Rusia, pertama untuk menghentikan Jerman mengeksploitasi sumber daya alam Rusia, dan kedua untuk mendukung "Kaum Putih" (lawan dari "Kaum Merah") pada Perang Saudara Rusia. Tentara Sekutu mendarat di Arkhangelsk dan Vladivostok.

Sumber : Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar